Pada kasus di atas, untuk x -> 3, kita diperkenankan mencoret (x – 3) yang sepertinya memberi kesan diperbolehkannya . Benarkah demikian?
***
Melalui cerita di bawah ini mudah-mudahan kita dapat memahami alasannya.
Anak-anak yang hidup di perkotaan biasanya sulit menemukan tanah lapang tempat bermain layangan. Oleh karena itu mereka biasanya menjadikan atap rumah sebagai tempat bermain layangan.
Pada saat saya dan teman-temanku sering bermain layangan di atas sebuah rumah kosong. Rumah kosong tersebut sudah tua dan banyak kerusakan karena lama ditinggalkan dan tidak dirawat oleh pemiliknya. Kerusakan itu tidak hanya pada bagian dalam tetapi juga pada atapnya. Ada sebuah lubang yang cukup besar dan jika tidak berhati-hati maka kami akan jatuh terperosok ke dalam. Maklum, besarnya diameter lubang melebihi dua kali besarnya diameter tubuh kami.
Suatu hari pamanku ikut bermain di atap rumah kosong tersebut. Saat asyik bermain, tiba-tiba pamanku memberikan sebuah sayembara. Hadiahnya juga tidak tanggung-tanggung dan cukup wah bagi kami yang saat itu ada tiga orang. Mau tahu? Sebuah coklat silverqueen yang gede.
Suatu hari pamanku ikut bermain di atap rumah kosong tersebut. Saat asyik bermain, tiba-tiba pamanku memberikan sebuah sayembara. Hadiahnya juga tidak tanggung-tanggung dan cukup wah bagi kami yang saat itu ada tiga orang. Mau tahu? Sebuah coklat silverqueen yang gede.
”Kalian mau coklat ini?” pamanku berbicara sambil menunjukkan sebuah coklat silverqueen yang gede dan masih terbungkus rapi dalam kemasannya.
Sambil meneguk liur tanda ngiler kami serempak menjawab, ”mau”.
”Tapi ada syaratnya” terang paman sambil menyembunyikan coklatnya.
”Apa syaratnya?” tanyaku sambil mengerenyitkan dahi.
Pamanku tak segera menjawab dan hanya tersenyum.
”Apa syaratnya pama....n?” salah satu temanku ikut mendesak paman. Terang saja kami terus mendesak karena takut kalau pamanku menarik keputusannya.
”Begini. Kalian lihat lubang besar itu” jawab paman sambil melemparkan pandangan ke lubang dan menunjuknya dengan bibir.
”mmmh. Ko mulut dijadikan penunjuk sih, bukannya jari telunjuk. Seperti ikan lohan jadinya” kataku dalam hati tapi tak berani ketawa. Takut tersinggung. Kedua temanku pun tersenyum tertahan.
Kemudian kami bersama memandang lubang yang dimaksud pamanku.
”Kalau kalian dapat tepat berdiri di atas lubang itu dan tidak terjatuh ke dalamnya maka coklat ini akan aku berikan” lanjut pamanku.
”Kalau kalian dapat tepat berdiri di atas lubang itu dan tidak terjatuh ke dalamnya maka coklat ini akan aku berikan” lanjut pamanku.
”Begitu. Kami boleh bekerjasama kan?” tanya temanku
”Boleh” jawab pamanku sambil mengangguk.
Kami bertiga bergegas bergerak menuju lubang. Kami bekerjasama berusaha agar berdiri di atas lubang tapi tidak masuk ke dalam. Namun, dari arah manapun kami mendekati lubang tetap saja kami tidak bisa. Ya, yang dapat kami lakukan hanya mendekati lubang sekeras apapun kami bekerja sama. Entah itu saling berpegangan dan sebagainya.
Yah. Seperti peribahasa bagai punguk merindukan bulan, kami pun tidak mendapatkan coklat itu. Hanya mampu berimajinasi saja.
***
Penggalan cerita di atas dapat kita ibaratkan dengan limit. Jika lubang diibaratkan sebagai 3, maka yang dikatakan x mendekati 3 (lambangnya x->3) adalah seperti anak-anak tersebut yang bergerak mendekati lubang. Mereka hanya mampu mendekati lubang tanpa pernah dapat berdiri di atas lubang.
***
Penggalan cerita di atas dapat kita ibaratkan dengan limit. Jika lubang diibaratkan sebagai 3, maka yang dikatakan x mendekati 3 (lambangnya x->3) adalah seperti anak-anak tersebut yang bergerak mendekati lubang. Mereka hanya mampu mendekati lubang tanpa pernah dapat berdiri di atas lubang.
Jadi, yang dimaksud dengan x -> 3 adalah x hanya semakin mendekati 3 baik dari kiri maupun kanan tetapi tidak pernah mencapai 3. Artinya tidak akan pernah x = 3.
Oleh karena itu, jika x -> 3 (x hanya mendekati 3) maka (x – 3) tidak akan pernah sama dengan 0. Ini artinya melakukan operasi diperbolehkan karena tidak sama dengan .
Nah, sekarang sudah tahu kan alasannya.